Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi sorotan utama dalam perdagangan hari ini. Pada Kamis, 25 September 2025, nilai tukar rupiah tercatat di level Rp16.735 per dolar, mengalami penurunan sebesar 0,39%.
Dalam perjalanan perdagangan, rupiah mengalami penurunan sejak awal, dibuka pada posisi Rp16.690 per dolar AS. Tekanan yang berkelanjutan membuat nilai tukar rupiah sempat menyentuh level Rp16.755, meskipun sedikit memperlihatkan pemulihan saat ini.
Situasi ini membuat sejumlah bank meningkatkan harga jual dolar. Sebagian besar bank asing menjual dolar mendekati angka psikologis Rp17.000 per dolar AS. Ironisnya, ada bank yang melampaui angka tersebut, menciptakan dampak signifikan pada pasar.
Data menunjukkan, Bank MUFG Cabang Jakarta menjual satu dolar AS seharga Rp17.025 dengan harga beli Rp16.425, sehingga menciptakan spread margin sebesar Rp600. Fenomena ini tidak hanya terjadi di MUFG, tetapi juga di berbagai bank asing lainnya.
Sebagai contoh, Bank HSBC Indonesia menetapkan harga jual dolar di Rp16.980 dan harga beli di Rp16.510. Spread margin yang ditawarkan adalah Rp470, menunjukkan perbedaan yang cukup menggiurkan bagi para trader.
Bank DBS menawarkan harga dolar seharga Rp16.923 dengan harga beli Rp16.583, menjadikan spread margin mencapai Rp340. Sementara itu, UOB mencatat harga jual Rp16.909 dan harga beli Rp16.391 dengan spread margin Rp518.
Sementara bank-bank domestik dan bank BUMN seperti BRI, BNI, dan Mandiri cenderung menawarkan harga yang lebih kompetitif. Misalnya, BRI menjual dolar seharga Rp16.850 dan membeli di Rp16.650, menyisakan spread margin Rp200 yang cukup menarik.
Faktor Penyebab Pelemahan Nilai Tukar Rupiah di Pasar
Pelemahan nilai tukar rupiah tidak lepas dari arus keluar modal asing yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut ekonom dari UOB Kayhian, Surya Wijaksana, kondisi ini turut dipengaruhi oleh ketidakstabilan pasar finansial di dalam negeri.
Surya menilai bahwa fenomena capital outflow masih terus berlanjut. Meskipun DXY (Dollar Index) berada di kisaran 97-98, faktor internal seperti tingginya harga Credit Default Swap (CDS) menjadi perhatian utama yang dapat mempengaruhi daya tarik investasi di Indonesia.
Sebagai tambahan, Rully Wisnubroto dari Mirae Asset juga menekankan bahwa tekanan pada nilai tukar rupiah berasal dari kebijakan fiskal pemerintah yang dianggap terlalu agresif. Walaupun kebijakan tersebut bertujuan baik, ketidakpastian membuat investor merasa khawatir.
Andry Asmoro dari Bank Mandiri menambahkan bahwa peningkatan tajam pada CDS Indonesia menunjukkan meningkatnya risiko yang dirasakan oleh investor. Ini merupakan sinyal bahwa persepsi terhadap Indonesia kian menurun, dan dapat berimplikasi pada keputusan investasi selanjutnya.
Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Ekonomi Domestik dan Investor
Pelemahan rupiah tidak hanya mempengaruhi nilai tukar, tetapi juga berpotensi berdampak pada berbagai sektor ekonomi. Misalnya, harga barang impor yang semakin mahal bisa memicu inflasi, yang selanjutnya akan membebani konsumen lokal.
Selain itu, bagi investor yang bergantung pada mata uang lokal untuk bertransaksi, nilai tukar yang melemah dapat menggerus keuntungan yang didapatkan. Hal ini terutama berlaku bagi pemilik bisnis yang bergantung pada bahan baku impor.
Investor asing yang memiliki portofolio dalam denominasi rupiah mungkin juga merasa dirugikan. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh fluktuasi nilai tukar ini dapat mempengaruhi keputusan investasi mereka di masa mendatang.
Iklim investasi yang dianggap tidak kondusif dapat berakibat panjang, karena sulitnya menarik minat investor baru. Jika pertumbuhan investasi terhambat, dampaknya bisa merambat ke sektor-sektor ekonomi lain, termasuk industri dan lapangan kerja.
Strategi Menghadapi Perubahan Nilai Tukar Rupiah di Pasar
Di tengah tantangan pelemahan nilai tukar rupiah, penting bagi pelaku pasar dan pemerintah untuk mencari solusi yang tepat. Salah satu pendekatan yang bisa diambil adalah dengan meningkatkan daya tarik investasi domestik.
Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk menyusun kebijakan fiskal yang lebih stabil dan kondusif untuk menarik minat investor asing. Mendorong stabilitas politik dan sosial juga berperan penting dalam menciptakan kepercayaan di kalangan pelaku ekonomi.
Perbankan dan institusi keuangan juga perlu memperhatikan strategi hedging untuk melindungi diri dari risiko nilai tukar. Ini bisa membantu para pelaku bisnis untuk lebih percaya diri dalam beroperasi meskipun situasi ekonomi global dan domestik tidak menentu.
Di sisi lain, masyarakat harus mewaspadai dampak dari pelemahan rupiah terhadap kehidupan sehari-hari. Edukasi tentang pengelolaan keuangan di masa ketidakpastian ini dapat membantu masyarakat untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada.