Di tengah meningkatnya kasus utang di masyarakat, peran debt collector semakin penting. Mereka menjadi ujung tombak untuk memastikan bahwa utang yang belum dibayar dapat dilunasi oleh debitur, dengan metode yang sesuai dengan hukum dan etika. Dalam konteks ini, memahami tarif dan aturan yang berlaku bagi debt collector merupakan hal yang krusial.
Setiap perusahaan memiliki kebijakan dan tarif yang berbeda terkait dengan penggunaan jasa debt collector. Penting bagi konsumen untuk memahami bagaimana sistem ini bekerja dan bagaimana hak mereka sebagai debitur dilindungi oleh peraturan yang ada.
Memang, tarif yang dikenakan oleh debt collector sangat bervariasi. Faktor-faktor seperti jenis kendaraan atau barang yang ditagih, serta rekam jejak perusahaan jasa penagihan, mempengaruhi besaran tarif yang diterima oleh mereka.
Beragam Tarif yang Dikenakan oleh Debt Collector di Indonesia
Biaya yang ditetapkan untuk jasa penagihan utang dapat bervariasi, tergantung pada kesepakatan antara perusahaan dan debt collector. Menurut praktisi di bidang ini, tarif mulai dari Rp5 juta hingga Rp20 juta bisa menjadi gambaran umum. Ini menunjukkan betapa bervariasinya biaya berdasarkan situasi spesifik yang dihadapi.
Kendaraan terbaru, misalnya, cenderung memiliki tarif penagihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan model yang lebih tua. Sebab, nilai aset yang lebih tinggi akan mempengaruhi penghitungan biaya. Hal ini adalah bentuk pengakuan terhadap risiko dan usaha yang dilakukan oleh perusahaan penagihan.
Setiap debt collector juga memiliki kebijakan internal mengenai tarif yang mereka terapkan. Variabel yang mempengaruhi tarif ini termasuk kualitas layanan serta pengalaman tatap muka mereka dengan debitur, yang dapat menciptakan perbedaan signifikan dalam penagihan utang.
Aturan Pemerintah Mengenai Praktik Penagihan Utang
Pemerintah melalui berbagai regulasi telah menetapkan batasan untuk praktik penagihan utang yang dilakukan oleh debt collector. Undang-Undang yang berlaku menuntut agar penyelenggara jasa keuangan memastikan bahwa proses penagihan dilakukan dengan cara yang manusiawi dan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Pasal 62 POJK 22 Tahun 2023 menyatakan bahwa penting untuk menghindari tindakan yang bersifat mengancam atau mempermalukan konsumen. Hal ini bertujuan untuk menjaga martabat debitur sambil tetap menegakkan hak kreditur dalam menagih utang.
Pengaturan ini juga mengharuskan debt collector untuk melakukan penagihan di tempat dan waktu yang sudah ditentukan. Penagihan hanya boleh dilakukan dari hari Senin hingga Sabtu, antara pukul 08.00 hingga 20.00, dengan memperhatikan hak dan kenyamanan konsumen.
Peran Edukasi dalam Proses Penagihan Utang
Pihak OJK telah aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka seiring dengan proses penagihan utang. Edukasi ini mencakup pentingnya tanggung jawab debitur dalam melunasi utang, sehingga diharapkan bisa mengurangi konfrontasi dengan debt collector.
Friderica Widyasari Dewi, sebagai Kepala Eksekutif Pengawas, mengungkapkan, “Konsumen harus mengetahuinya, jika tidak ingin berhadapan dengan debt collector, maka mereka harus memenuhi kewajibannya.” Ini menunjukkan harapan agar konsumen menyadari pentingnya proaktif dalam menyelesaikan masalah utang.
Konsumen yang menghadapi kesulitan keuangan disarankan untuk melakukan komunikasi dengan pihak lembaga keuangan dan meminta restrukturisasi utang mereka. Dengan demikian, debitur dapat menawarkan solusi sebelum situasi menjadi semakin rumit.
Pentingnya Tanggung Jawab Konsumen dalam Pembayaran Utang
OJK menegaskan bahwa mereka tidak akan melindungi konsumen yang beritikad buruk dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang. Penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa meskipun ada regulasi yang melindungi konsumen, tanggung jawab dalam pembayaran utang tetap berada di tangan debitur.
Ketidakberdayaan dalam membayar utang tidak seharusnya menjadikan konsumen sebagai “korban” dari praktik buruk dalam penagihan utang. Sebaliknya, mereka harus aktif mencari solusi dan berkomunikasi dengan penyedia layanan keuangan.
Melalui pendekatan ini, diharapkan interaksi antara debitur dan debt collector dapat berjalan lebih manusiawi dan sesuai dengan norma yang berlaku. Konsumen yang memiliki niat baik dalam menyelesaikan utangnya cenderung mendapatkan pemahaman dan kemudahan dalam bernegosiasi dengan pihak yang menagih.
