Pemberitahuan yang diungkap oleh MSCI mengenai penyesuaian terhadap jumlah free float di pasar saham Indonesia membawa dampak signifikan. Kehadiran berita ini telah memicu reaksi tajam di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengalami penurunan drastis hampir 4% pada perdagangan hari ini, mengakhiri kestabilan yang sebelumnya ada di pasar.

MSCI sedang menjajaki masukan dari berbagai pelaku pasar untuk menggunakan laporan kepemilikan efek bulanan dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai acuan baru dalam perhitungan free float. Selain itu, beberapa faktor lain seperti kepemilikan oleh perusahaan dan institusi tidak akan dihitung dalam penentuan jumlah free float tersebut.

Penggunaan pendekatan baru ini dirasa perlu, mengingat kondisi pasar yang dinamis. MSCI berencana untuk mempertimbangkan dua metode yang berbeda, dan akan memilih yang memberikan hasil lebih konservatif bagi pasar yang sedang berjuang untuk bangkit dari penurunan ini.

Strategi Baru MSCI dalam Menilai Free Float Pasar Saham

Pendekatan pertama yang diusulkan MSCI melibatkan pengumpulan data kepemilikan dari berbagai sumber seperti laporan tahunan dan pengajuan resmi dari perusahaan. Dalam metode ini, saham-saham yang tercatat sebagai tidak jelas kepemilikannya akan dianggap sebagai non-free float.

Sebaliknya, pendekatan kedua mempertimbangkan hanya saham yang tidak terdaftar dan saham milik korporasi sebagai non-free float. MSCI berencana untuk mulai menerapkan pendekatan ini pada Mei 2026, yang akan memengaruhi cara pasar melihat likuiditas masing-masing saham.

Perubahan ini tentunya akan mempengaruhi porsi saham Indonesia di indeks MSCI. Dengan banyaknya saham yang dimiliki oleh korporasi besar, peraturan baru ini bisa menyebabkan nilai free float merosot, berpotensi memicu arus keluar modal asing yang dapat memperburuk kondisi pasar.

Dampak Penyesuaian Free Float terhadap IHSG dan Investor

IHSG mengalami penurunan drastis dengan lebih dari 3,5% pada sesi perdagangan hari ini, yang menunjukkan reaksi pasar terhadap pengumuman MSCI. Penurunan ini membuat kapitalisasi pasar berkurang hingga Rp 639 triliun dalam beberapa menit, menciptakan suasana panik di kalangan investor.

Sektor-sektor yang biasanya jadi unggulan pun mengalami penurunan, dipicu oleh sejumlah saham konglomerat yang jadi penopang utama indeks. Emiten-emiten besar diapresiasi investor dengan sell-off yang sangat signifikan, meninggalkan jejak kekhawatiran akan masa depan saham-saham tersebut di pasar.

Dalam konteks ini, beberapa perusahaan yang memiliki risiko paling besar untuk dikeluarkan dari indeks MSCI termasuk PT Kalbe Farma Tbk dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Mereka menjadi sorotan akibat potensi penurunan nilai saham jika tidak memenuhi ketentuan free float baru.

MSCI dan FTSE: Pengaruhnya di Pasar Global dan Indonesia

Dua lembaga global, MSCI dan FTSE, dikenal luas di kalangan investor untuk melakukan rebalancing yang signifikan setiap tahun. Pengumuman rebalancing yang mendekat selalu menyita perhatian pelaku pasar, termasuk manajer investasi dan investor individu.

MSCI terutama menjadi acuan bagi banyak investor asing dalam mengalokasikan dana ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Saat saham ditambahkan dalam indeks, harga cenderung melonjak, sedangkan saham yang dikeluarkan mengalami tekanan jual yang signifikan, menciptakan fenomena yang dikenal sebagai MSCI effect.

Cara pelaku pasar merespons pengumuman ini sering kali berimbas pada volatilitas jangka pendek. Pasarnya menjadi sangat reaktif, sehingga trader aktif bisa memanfaatkan momen ini untuk mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga yang cepat.

Peluang dan Tantangan dalam Perubahan Indeks MSCI

Dari setiap penyesuaian yang dilakukan, terdapat peluang bagi saham-saham baru untuk menarik perhatian dari investor. Menyusul masuknya saham ke daftar indeks MSCI atau FTSE, minat dan likuiditas umumnya meningkat secara berarti, memberikan potensi keuntungan bagi semua kalangan investor.

Namun, tantangan juga menghadang ketika saham yang keluar dari indeks mengalami penurunan tajam. Keputusan ini bisa mengakibatkan porsi kepemilikan yang lebih sedikit di mata investor dan memengaruhi seluruh ekosistem pasar.

Ketika MSCI mengumumkan perubahan-perubahan ini, baik secara global maupun spesifik untuk Indonesia, itu bukan hanya memengaruhi saham individual. Tetapi, juga mengubah dinamika pasar secara keseluruhan yang harus dipahami dengan baik oleh semua pelaku pasar.